VAKSIN: PENGERTIAN, JENIS-JENIS, DAN JADWAL VAKSINASI ANJING KUCING

PENGERTIAN VAKSIN

Vaksin adalah suspensi dari mikroorganisme yang telah dilemahkan atau inaktif yang dimasukkan ke dalam tubuh untuk menginduksi imunitas. Selain mikroorganisme yang dilemahkan, vaksin juga dapat mengandung pengawet, stabilisator dan juga antibiotik tertentu untuk mengawetkan antigen dan mencegah pertumbuhan bakteri serta jamur di dalam vaksin. Beberapa vaksin juga mengandung adjuvant untuk meningkatkan respon imun terhadap antigen dengan menunda pelepasan antigen dari lokasi penyuntikan vaksin dan menginduksi sekresi kemokin oleh leukosit (Sykes, 2014).

JENIS-JENIS VAKSIN

Ada beberapa metode pembuatan vaksin untuk menghasilkan vaksin agar lebih efektif, mudah, dan murah. Menurut Tizard (2018) beberapa cara tersebut dapat digambarkan pada diagram skematik di bawah ini.
(Tizard, 2018)

Attenuated live vaccines/modified live vaccines (vaksin hidup yang telah dilemahkan atau vaksin hidup yang telah dimodifikasi), mengandung mikroorganisme yang secara artifisial telah dimanipulasi untuk dihilangkan atau diturunkan tingkat virulensinya. Penurunan tingkat virulensi ini dimaksudkan agar mikroorganisme masih dapat menimbulkan respon imun tetapi tidak mampu menyebabkan penyakit. Pelemahan tingkat virulensi biasanya dilakukan dengan cara ditanam pada kultur sel secara berulang hingga mencapai tahap tertentu. Meski telah dilemahkan, organisme dalam jenis vaksin ini masih mampu melakukan replikasi pada sel tubuh sehingga respon imun yang ditimbulkan mirip dengan respon imun yang dihasilkan dari infeksi alami. Jenis vaksin ini memiliki kekurangan yaitu terdapat potensi untuk menimbulkan penyakit yang disebut penyakit akibat induksi vaksin (vaccine-induced disease). Penyakit tersebut dapat muncul pada hewan dengan imunosupresi. Sehingga perlu perhatian khusus dalam memberikan vaksin jenis ini pada hewan dengan indikasi tersebut. (Sykes, 2014; Tizard, 2018).
Inactivated vaccines (vaksin inaktif, mati) dihasilkan dengan cara mematikan organisme dengan tetap memertahankan antigennya agar tetap mirip dengan organisme yang masih hidup. Organisme yang dapat dijadikan vaksin selain virus yaitu bakteri yang selanjutnya disebut bakterin, dan juga toksin yang kemudian disebut toksoid. Secara umum vaksin inaktif kurang efektif dibandingkan dengan vaksin yang telah dilemahkan, hal itu dikarenakan tidak adanya replikasi yang terjadi di dalam sel tubuh seperti halnya pada vaksin yang dilemahkan. Imunitas yang dihasilkan juga lebih lemah dengan jangka waktu yang lebih pendek sehingga butuh booster yang lebih sering. Vaksin inaktif juga mengandung adjuvant untuk meningkatkan imunogenisitas sama halnya dengan vaksin lain. Vaksin jenis ini lebih aman digunakan pada hewan yang sedang bunting dan hewan yang lemah (Sykes, 2014; Tizard, 2018).
Subunit vaccines (vaksin sub unit) mengandung komponen struktural yang spesifik dari mikroba yang menstimulasi respon imun protektif, bersama dengan adjuvant. Vaksin ini mengandung jumlah protein asing yang telah diturunkan, sehingga dapat meminimalisir potensi reaksi hipersensitivitas (Sykes, 2014).
Recombinant DNA vaccines (vaksin DNA rekombinan) dihasilkan melalui manipulasi DNA patogen, dengan menghilangkan virulensi patogen tersebut. Terdapat 4 tipe vaksin DNA rekombinan yaitu :

Recombinant subunit vaccines (antigens generated by gene cloning, vaksin kategori I menurut USDA). Dihasilkan dengan cara kloning satu atau lebih gen protektif dari antigen ke dalam expression vector, dapat berupa bakteri atau yeast. Ekspresi protein yang dihasilkan oleh bakteri kemudian dimurnikan dan digunakan sebagai vaksin. Contohnya yaitu pada pembuatan vaksin foot-and-mouth disease. RNA genome virus diisolasi kemudian ditranskripsikan menjadi DNA oleh enzim reverse transkriptase. DNA kemudian dipotong sehingga hanya mengandung gen antigen protektif atau yang disebut VP1, selanjutnya DNA tersebut dimasukkan ke dalam plasmid dan ditanam ke dalam bakteri E. coli, bakteri kemudian ditumbuhkan. Bakteri tersebut akan mensintesis VP1 dalam jumlah besar untuk kemudian dipanen, dimurnikan, dan digunakan sebagai vaksin (Sykes, 2014; Tizard, 2018).
(Tizard, 2018)



Deletion mutant vaccines (genetically attenuated organisms, vaksin kategori II menurut USDA). Dibuat dengan menghapus gen virulen dari patogen dan menyisakan antigen protektifnya. Vaksin ini belum tersedia secara komersil untuk penggunaan pada anjing dan kucing (Sykes, 2014; Tizard, 2018).
(Tizard, 2018)

Vectored vaccines (live recombinant organisms, vaksin kategori III menurut USDA). Dibuat dengan cara memasukkan langsung (tanpa dilemahkan) satu atau lebih gen protektif ke dalam genome sebuah virus dan dapat langsung digunakan sebagai vaksin. Virus yang masuk ke dalam tubuh akan bereplikasi dan mengekspresikan antigen tetapi tidak patogenik. Vaksin rekombinan yang telah digunakan sebagai vektor contohnya yaitu poxvirus. Pemilihan poxvirus sebagai vektor yaitu karena virus tersebut mudah diaplikasikan melalui luka di kulit atau dengan ingesti. Poxvirus juga memiliki genome yang cukup besar dan stabil sehingga memudahkan untuk memasukkan gen baru (10% dari genom tersebut dapat digunakan untuk memasukkan DNA asing), dan juga dapat mengekspresikan level antigen baru yang tinggi. 
(Tizard, 2018)


DNA vaccines. Mengandung naked DNA yang mengkodekan antigen yang dibutuhkan untuk memicu kekebalan protektif. Naked DNA yang telah diambil dari mikroorganisme kemudian diselipkan pada plasmid dan diinjeksikan ke dalam tubuh hewan (intramuskuler) tanpa melalui proses penumbuhan dan pemurnian seperti pada vaksin recombinant subunit. Sel tubuh akan menanggapi DNA tersebut dan mentranskripsikannya menjadi messenger RNA (mRNA) dan ditranslasikan menjadi endogenous vaccine protein. Transfected host cell (sel yang telah berinteraksi dengan naked DNA) akan mensintesiskan protein vaksin dan memperkenalkannya sebagai antigen endogenous. Respon imun baik secara humoral dan seluler akan diproduksi. Vaksin ini belum tersedia secara komersil untuk penggunaan pada anjing dan kucing (Sykes, 2014; Tizard, 2018).
(Tizard, 2018)


JADWAL VAKSINASI ANJING DAN KUCING

Jadwal vaksin anjing

Umur saat vaksinasi
Vaksin
Umur saat vaksinasi
Vaksin
6-8 minggu
Distemper
Parovirus
Adenovirus
Opsional :
Parainfluenza virus
+3 tahun
Opsional :
B. bronchoseptica
(intranasal atau parenteral)
Leptospirosis
10-12  minggu
Distemper
Parvovirus
Adenovirus
Rabies (1 dosis pada umur 12, 14 atau 16 minggu)
Opsional :
Parainfluenza virus
B. bronchoseptica
Leptospirosis
+4 tahun
Distemper
Parvovirus
Adenovirus
Rabies
Opsional :
Parainfluenza virus
B. bronchoseptica
Leptospirosis
14-16 minggu
Distemper
Parvovirus
Adenovirus
Rabies (atau paa umur 12 minggu)
Opsional :
Parainfluenza virus
B. bronchoseptica
Leptospirosis
+5 tahun
Opsional :
B. bronchoseptica
Leptospirosis
+1 tahun
Distemper
Parvovirus
Adenovirus
Rabies (booster dibutuhkan)
Opsional :
Parainfluenza virus
B. bronchoseptica (intranasal atau parenteral)
Leptospirosis
+6 tahun
Opsional :
B. bronchoseptica
Leptospirosis
+2 tahun
Opsional :
B. bronchoseptica
(intranasal atau parenteral)
Leptospirosis
+7 tahun
Distemper
Parvovirus
Adenovirus
Rabies
Opsional :
Parainfluenza virus
B. bronchoseptica
Leptospirosis
(Bichard dan Sherding, 2006)

Jadwal vaksin kucing
Umur saat vaksinasi
Vaksin
Umur saat vaksinasi
Vaksin
9-10 minggu
Panleukopenia (MLV)
Herpesvirus-1
Calicivirus (MLV)


12-14 minggu
Panleukopenia (MLV)
Herpesvirus
Calicivirus
(MLV)
* Rabies (rekombinan)


+1 tahun
Panleukopenia (MLV)
Herpesvirus-1
Calicivirus (MLV)
* Rabies (rekombinan)


+2 tahun
* Rabies (rekombinan)


+3 tahun
* Rabies (rekombinan)


+4 tahun
Panleukopenia (MLV)
Herpesvirus-1
Calicivirus (MLV)
* Rabies (rekombinan)


(Bichard dan Sherding, 2006)



Daftar Pustaka
Bichard, S. J., dan Sherding, R. G., 2006. Saunders Manual of Small Animal Practice 3rd Edition. USA : Elsevier
Sykes, J. E., 2014. Canine and Feline Infectious Diseases. Cina : Elsevier
Tizard, I., 2018. Veterinary Immunology 10th edition. Cina : Elsevier

Comments